Madinah (PHU) — Di tengah hiruk-pikuk Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah, deretan bahasa menggema dari berbagai penjuru dunia. Namun, ada satu jenis komunikasi yang tak terdengar oleh telinga jemaah—suara yang hanya berjalan lewat gelombang radio internal. Itulah suara para petugas bravo, alat komunikasi genggam yang memainkan peran penting dalam mengoordinasikan pergerakan jemaah haji Indonesia.
Salah satu figur sentral di balik suara ini adalah Kholis Tomin. Sosok yang mungkin tak dikenal oleh jemaah, tetapi suaranya hampir tak pernah absen sejak jemaah tiba di Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air. Ia adalah “komando sunyi” yang memastikan semua berjalan dengan tertib.
“Saya bukan siapa-siapa,” ucap Kholis sambil menggenggam alat komunikasinya. “Selama jemaah bisa sampai dengan selamat, itu sudah cukup.”
Sudah lebih dari dua dekade, pria asal Madura ini menjadi bagian dari tim pelayanan haji. Dari menjadi perawat lansia, penghubung antar sektor, hingga kini menjadi pengendali komunikasi di bandara—semuanya dijalani dengan hati.
Setiap kali ia berbicara melalui bravo, koordinasi dimulai.
“Embarkasi SUB telah tiba, bus siap, petugas standby,” demikian bunyi arahannya—tegas, ringkas, dan penuh tanggung jawab.
Tak ada sorotan kamera. Tak ada nama di panggung. Tapi setiap kata yang ia ucapkan bisa menjadi penentu kenyamanan ribuan jemaah, terutama para lansia. Ia sadar, di balik tugas teknis ini ada harapan besar yang harus diemban.
“Saya yakin suara ini juga dicatat di langit,” tuturnya sambil menatap langit Madinah.
Tim Bravo: Tulang Punggung Koordinasi Haji di Bandara
Kholis tidak sendiri. Di Daerah Kerja Bandara (Daker Bandara), ada juga nama seperti Iwan Bonex, ASN Kementerian Agama yang telah 17 tahun mengabdi dalam pelayanan haji. Dikenal piawai dalam menjalin komunikasi dengan pihak maskapai, Iwan dipercaya kembali sebagai bagian dari Tim Bravo 2025 sekaligus mengurusi fase pemulangan jemaah.
“Semua laporan lewat bravo harus detail. Ini berdampak langsung pada kelancaran layanan,” ungkap Iwan.
Kemudian ada juga Sadiri Sadimum Paki, mukimin asal Madura yang menetap di Arab Saudi sejak 2007. Bergabung sejak 2015, Sadiri menyebut bahwa tugas Tim Bravo bukan hanya sekadar berbicara, tapi menyampaikan informasi yang sangat krusial.
“Kami melaporkan jemaah sakit, tanazul, hingga data keluar-masuk jemaah di bandara. Kalau salah, dampaknya bisa besar,” katanya tegas.
Menurut Sadiri, pelayanan haji yang sukses hanya bisa dicapai lewat kerja tim yang solid dan data yang akurat. Ia menyebut komunikasi antara Mabes, sektor Makkah-Madinah, dan Tim Bravo lain sebagai kunci sinergi.
Wajah Baru di Tim Bravo: Perwira TNI yang Siap Melayani
Di sisi lain, seorang anggota baru hadir dalam barisan Tim Bravo 2025: Mayor Laut Andi Irawan. Perwira TNI AL ini untuk pertama kalinya terlibat langsung dalam pelayanan haji, namun cepat beradaptasi berkat pengalamannya menggunakan HT di kesatuan.
“Istilah teknis bravo sudah familiar. Saya tinggal pindah medan,” ucap Andi.
Tak hanya menjalankan koordinasi, Mayor Andi juga aktif sebagai petugas linjam (perlindungan jemaah). Ia bahkan tak segan menggendong jemaah lansia yang kelelahan.
“Bisa membantu jemaah sampai nyaman, itu yang paling berharga buat saya,” kata Andi dengan suara terbata.
Bravo, Simfoni Sunyi Pelayanan Jemaah Haji
Mereka bukan headline berita. Bukan narasumber di konferensi pers. Tapi dari balik bravo, mereka menyelaraskan langkah ribuan jemaah—dari kedatangan, pemindahan ke bus, hingga pengamanan dan pengawasan kondisi lapangan.
Tak mengharapkan tepuk tangan, tak mengejar popularitas. Mereka hanya ingin memastikan jemaah menjalankan ibadah dengan tenang, nyaman, dan kembali ke tanah air dalam keadaan sehat dan utuh.
Dari balik alat kecil itu, suara mereka adalah bentuk ikhtiar dan doa yang disampaikan dalam gelombang udara. Tak terdengar, namun mungkin paling tulus.
Merekalah penjaga sunyi dari balik bravo—pahlawan tak terlihat dalam perjalanan suci jemaah haji Indonesia.



